Akhir pekan ini akan berlangsung partai puncak dari salah satu kompetisi tertua di dunia yaitu Piala FA. Edisi kali ini mempertemukan dua tim besar yang sedang “sakit”, yaitu Chelsea dan Liverpool. Kenapa saya sebut demikian? Karena dengan materi pemain yang ada serta latar belakang dari kedua tim ini seharusnya mereka bisa mencapai hasil yang jauh lebih baik dari apa yang mereka perlihatkan musim ini.
Liverpool adalah peraih 18 gelar juara Liga Inggris
serta 5 gelar juara Liga Champions. Dan setelah hasil yang kurang bagus
di musim lalu, optimisme sempat membumbung tinggi musim ini melihat
berbagai pembelian yang dilakukan oleh King Kenny Dalglish. Terlebih
lagi melihat fakta bahwa Liverpool musim ini “absen” dari kompetisi
Eropa membuat seharusnya Steven Gerrard dan kawan-kawan bisa semakin
fokus untuk mengakhiri paceklik gelar Liga Inggris yang terakhir kali
diraih 12 tahun silam. Namun nyatanya tidak demikian. Liverpool hancur
lebur di Liga Inggris musim ini. Anfield bukan lagi stadion yang angker
bagi tim tamu. Bahkan banyak tim yang berhasil meraih kemenangan perdana
di anfield setelah berpuluh-puluh tahun tak pernah menang. Tampil tanpa
determinasi dan tidak punya pola yang jelas, penampilan Liverpool
sungguh jauh dari kata membanggakan. Para Liverpudlian pun harus
bersabar lagi untuk bisa meraih gelar juara yang dinanti-nantikan sejak
lama.
Lain Liverpool, lain pula Chelsea. Hadirnya Andre Villas-Boas sebagai
pelatih baru Chelsea menumbuhkan optimisme bahwa Chelsea kembali bisa
bersaing dengan Manchester United dan juga Manchester City. Pembelian
Juan Mata adalah salah satu usaha untuk mencapai hal ini, dengan harapan
bisa memberikan suplai bola yang matang untuk Fernando Torres. Semuanya
terlihat baik-baik saja di awal musim. Namun menjelang akhir tahun
performa Chelsea memburuk. Kekalahan demi kekalahan menjadi akrab dengan
Chelsea, dan mereka pun akhirnya keluar dari perburuan gelar juara.
Puncaknya adalah dua kekalahan beruntun dari Napoli di Liga Champions
dan dari West Brom di Liga Inggris yang membuat AVB harus lengser dari
posisinya. Faktor usia yang masih terlalu muda dan kebijakannya yang
banyak menyingkirkan pemain senior disinyalir menjadi poin utama
gagalnya AVB di Chelsea. Krisis di Chelsea seakan mencapai puncaknya
ketika itu. Namun Roberto di Matteo hadir sebagai penyelamat dan membuat
Chelsea bangkit dengan serangkaian hasil yang luar biasa, termasuk
ketika menyingkirkan Barcelona di semifinal Liga Champions. Para pemain
senior kembali dipercaya, dan kini Chelsea berpeluang meraih gelar ganda
di ajang piala FA dan juga Liga Champions.Sebagai seorang Liverpudlian, tentunya saya mendukung Liverpool menjadi juara FA Cup musim ini. Gelar ini penting untuk bisa menghibur para fans yang sudah terlanjur kecewa terhadap performa buruk Steven Gerrard dan kawan-kawan di musim ini. Tapi perjuangan di Wembley sekali lagi tak akan mudah, karena Chelsea benar-benar sedang on fire. Fernando Torres sudah menemukan kembali ketajamannya setelah menjadi penentu lolosnya Chelsea ke final Liga Champions serta mencetak hattrick saat melawan QPR. Walaupun banyak dihujat, saya sebenarnya percaya bahwa Torres masih berbahaya. Apalagi duel kali ini adalah melawan Liverpool, tim yang sebelumnya pernah membesarkannya. Ada ambisi tersendiri untuk membuktikan bahwa dia memang tidak salah pilih tim dan harganya memang sepadan dengan 50 juta poundsterling. Namun Liverpool tidak perlu khawatir, karena ada Luis Suarez yang selalu bisa memberi sentuhan magis selama pertandingan. Dan satu hal yang penting, permainan Liverpool selalu lebih bertenaga saat berlaga di cup competition, karena itu mungkin kita akan melihat Liverpool yang berbeda dibanding saat di Liga.
Final FA cup kali ini akan berlangsung ketat dan
menarik. Kedua tim akan saling membuktikan diri menjadi yang terbaik.
Tinggal kita nantikan saja, strategi mana yang lebih sukses. Apakah
taktik “parkir bus” ala Roberto di Matteo, ataukah taktik Inggris klasik
ala Kenny Dalglish?
0 komentar:
Posting Komentar